Introduction on Tiktok
Pertumbuhan pesat Tiktok sebagai media sosial yang relatif baru sudah tidak dapat dipungkiri. Sebagai aplikasi yang memiliki fungsi media sosial, music video, dan video editing ke dalamnya, Tiktok menjadi salah satu sumber hiburan untuk banyak penggunanya. Tiktok sendiri menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh dalam 3 tahun terakhir berturut-turut, dengan jumlah total 656 juta pengunduh baru pada tahun 2021 (Cyca, 2022), sekaligus menjadi media sosial dengan rata-rata engagement paling lama dengan waktu 10.85 menit dalam setiap sesi penggunaannya (Ceci, 2022), Tiktok menjadi platform yang memiliki potensi besar sebagai ladang pemasaran. Salah satu industri yang dapat, dan telah, memanfaatkan kesempatan itu adalah industri musik.
Tiktok: Masa Depan Industri Musik?
Banyak konten di Tiktok terdiri dari video lipsync yang diiringi dengan sebuah dance routine dari penggunanya, tetapi fitur yang membuat Tiktok spesial adalah berbagai pilihan musik atau sound yang dapat digunakan oleh semua penggunanya. Pilihan musik yang tersedia pun sangat luas, mulai dari musik artis ternama, artis independen, sampai original sounds yang dibuat sendiri oleh pengguna. Berdasarkan MRC Data (2020), 75% dari pengguna Tiktok mengakui bahwa mereka menemukan artis baru dari Tiktok. Penelitian juga menunjukan bahwa 67% dari pengguna Tiktok cenderung untuk mencari lagu yang pernah mereka dengar di Tiktok pada music streaming platform lainnya. Sehingga, banyak musisi yang memainkan musik mereka ke Tiktok dengan harapan dapat didengar dan digunakan untuk kepentingan hiburan oleh para pengguna Tiktok.
Jumlah creator yang banyak di Tiktok memaksa mereka untuk menjadi kreatif agar video yang mereka buat dapat masuk ke “For You Page” atau FYP. Hal ini memungkinkan para creator untuk mendapatkan rekognisi yang lebih luas dari banyak pengguna Tiktok. Ada banyak cara yang dapat dilakukan agar video para creators dapat masuk ke FYP, salah satu faktor yang penting adalah menggunakan sound yang sedang trending. Sebuah sound dapat menjadi trending karena beberapa faktor, seperti format video meme, adanya gerakan dance yang disertai dengan sound tersebut, atau sekadar sound yang “enak”. Kondisi ideal ini lah yang diharapkan oleh banyak musisi terhadap musik yang mereka rilis.
Para musisi pun akhirnya mencari segala cara kreatif dalam memasarkan musik mereka. Banyak record label yang saat ini menganjurkan, bahkan mengharuskan, para musisi mereka untuk membuat konten viral di Tiktok dengan tujuan menyebarluaskan awareness mengenai lagu mereka (June, 2022). Meskipun dengan tujuan baik, tetapi beberapa musisi merasa kondisi ini tidak adil. Kuasa yang dimiliki oleh record label jelas lebih besar dibandingkan para musisi, sehingga mereka harus mengikuti apapun permintaan mereka. Konten video yang para musisi ini ciptakan juga kerap mengandung unsur hiburan dan personal, sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh para fans dan para calon pendengar. Kondisi ini tentu dapat menimbulkan efek baik dan buruk.
Apa sih, “Playlabour Marketing”?
Digital Labour atau Playlabour merupakan gabungan dari kata “Play” yang artinya bermain dan “Labour” yang artinya bekerja. Playlabour sendiri merupakan konsep dalam dunia digital ketika pengguna internet melakukan aktivitas bekerja dan bersenang-senang pada waktu yang sama (Lindgren, 2017). Beberapa peneliti berpendapat bahwa setiap aktivitas klik dan produksi di media sosial baik itu unggahan gambar, video, dan lain-lain yang dilakukan seseorang dapat dilihat sebagai bagian dari pekerjaan yang dieksploitasi. Namun, para pembuat konten di media sosial ini seringkali melakukan aktivitas atau kerjanya karena didasari oleh perasaan senang sehingga mereka melakukan aktivitas tersebut secara sukarela dan tanpa paksaan. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Playlabour Marketing merupakan suatu kondisi dimana seseorang membuat konten mengenai kondisi “senang-senang saat bekerja” sebagai cara untuk memasarkan karya atau pekerjaan mereka*.
*Definisi pastinya tidak dapat ditemukan di pencarian Google, karena ini adalah sebuah term yang dibuat sendiri oleh penulis.
Siapa saja yang menggunakan strategi ini?
Truth is, almost everyone.
Hampir semua musisi yang aktif dalam lingkungan Tiktok, dari musisi Indie sampai musisi dalam record label, secara sadar maupun tidak sadar menggunakan strategi ini. Jebung (Tiktok: @Jebunggg & @booojeng) merupakan salah satu musisi yang merintis dan membesarkan karir bermusiknya dari Tiktok. Jebung merupakan salah satu dari sekian banyak content creators yang memaksimalkan fitur-fitur yang ada di Tiktok untuk “bersenang-senang” dan sekaligus bekerja. Mulai dari konten parodi hingga promosi, semua dilakukan dalam satu platform.
Pada sisi lain, strategi ini dapat bersifat destruktif jika dilakukan secara “melenceng”. Salah satu contoh kasus pemicunya adalah video Tiktok yang diunggah oleh Halsey (@Halsey) (https://www.tiktok.com/@halsey/video/7100595685912775979), dimana Ia mengaku bahwa record label-nya tidak mengizinkan dia untuk merilis lagunya, jika Ia tidak dapat membuat video yang viral di Tiktok. Kejadian ini membuat beberapa musisi lain, seperti Charli XCX, FKA Twigs, dan Florence + The Machine untuk ikut menyuarakan keresahan yang serupa (June, 2022).
Kenapa strategi Playlabour Marketing bisa berhasil?
Theresa Senft (2008) berpendapat bahwa publik tidak hanya menonton konten yang ada di internet melainkan mereka digenggam (‘grabbed’) oleh konten tersebut. Pada internet dan media sosial, pengguna tidak hanya memilih konten yang ingin mereka tonton saja, melainkan juga mencari, menelusuri, mengklik, mengunggah, hingga memberikan respon seperti komentar, like, dan lain-lain (Paasonen, 2011). Maka dari itu, keterlibatan pengguna pada media sosial dan internet menjadi lebih kuat dan dalam ketimbang bentuk media lain. Kita akan merasakan resonansi, yang ditunjukkan dari bagaimana pengguna mengaitkan dan ‘menempelkan’ diri mereka pada konten tersebut (Lindgren, 2017).
Jadi, Kesimpulannya?
Strategi Playlabour Marketing di Tiktok merupakan efek dari perubahan kebiasaan pengguna media sosial yang saat ini gemar memberi makna lebih pada suatu konten dan ikut memproduksi kembali konten yang mereka anggap beresonansi dengan diri mereka. Keberhasilan strategi ini dipengaruhi besar oleh sifat pengguna dan keberagaman fitur yang tersedia di dalam platform yang bersangkutan. Para content creator, dalam konteks ini musisi, juga secara tidak sadar kerap menggunakan strategi ini dalam pemasaran musik mereka di Tiktok. Mereka banyak memproduksi konten dengan pendekatan personal yang menangkap cerminan kehidupan nyata mereka, sehingga batasan antara “hiburan” dan “pekerjaan” menjadi buram. Kondisi tersebut tidak dapat dinilai sebagai sesuatu yang sepenuhnya buruk, maupun baik.